cerita fiksi
Judul: Gol Terakhir di Lapangan Kenangan
Sore itu, langit mulai meredup saat angin berhembus pelan melewati Lapangan Kenanga—lapangan tua yang hampir terlupakan di ujung kampung. Rumputnya sudah mulai meninggi, dan gawangnya tinggal rangka besi berkarat. Tapi bagi Raka dan teman-temannya, lapangan itu adalah surga kecil.
"Ini mungkin jadi pertandingan terakhir kita di sini," ujar Raka sambil menatap langit. Pemerintah akan menggusur lapangan itu minggu depan untuk dijadikan ruko.
Tim Raka, yang mereka namai "Badai Senja", menghadapi "Harimau Tua"—tim dari kampung sebelah yang dikenal ganas. Tapi kali ini bukan soal menang atau kalah. Ini soal kenangan.
Pertandingan berjalan sengit. Anak-anak berlari tanpa lelah, penuh tawa dan teriakan. Debu mengepul setiap kali bola disentuh. Raka, si kapten Badai Senja, bermain habis-habisan. Di menit terakhir, skor masih imbang 2-2.
"Oper ke aku!" teriak Danu dari sisi kanan.
Tapi Raka tak mendengar. Ia menggiring bola melewati satu, dua, tiga pemain lawan. Semua terasa melambat, seolah waktu memberi ruang untuk momen terakhir. Ia menendang.
BOOM!
Bola melesat, membentur mistar, lalu memantul masuk ke gawang. Gol!
Seluruh anak-anak bersorak, bukan karena menang, tapi karena gol itu akan jadi cerita selamanya.
Malam itu, mereka duduk melingkar di tengah lapangan. Raka menggambar lingkaran kecil di tanah, lalu berkata, "Kalau nanti kita punya anak, kita ceritakan tentang gol terakhir di sini, ya."
Dan mereka tertawa, di bawah cahaya bintang, mengenang cinta pertama mereka—sepak bola.
---
Kalau kamu mau versi lebih panjang atau dengan gaya berbeda (misalnya komedi, petualangan, fa
ntasi), tinggal bilang aja!
Comments
Post a Comment